News &
Updates

News Image

Share

Pembiasaan Nasionalisme di Tengah Maraknya Neokolonialisme
21 Juni 2023

Zaman terus berubah mengikuti detik waktu yang terus berputar. Era modern yang ditandai dengan derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang dirayakan secara gegap gempita. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal kesadaran berbangsa dan bernegara saat ini yang menjangkiti semua kalangan dan segmen masyarakat Indonesia. Bahkan kalau kita cermati dengan saksama hal-hal ke-Indonesiaan di antara kita sebagai warga negara Indonesia mulai pudar bahkan mati rasa perlahan dengan maraknya neokolonialisme penjajahan dalam versi baru yang menggerus bangsa-bangsa di dunia. 

Derasnya gempuran kebudayaan asing yang terfasilitasi dengan media dan teknologi internet dapat secara bebas leluasa hadir di tengah-tengah masyarakat kita dan berpotensi mendominasi serta memengaruhi kebudayaan lokal. Apakah kita akan diam berpangku tangan? Ini sangat mendesak untuk melakukan Gerakan Bersama lakukan Revolusi Mental. 

Ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan negara lainnya yang mengancam kedaulatan bangsa, khususnya pasca 1998, seperti bermunculannya ideologi yang berseberangan dengan ideologi negara, terorisme, radikalisme, serta konflik sosial berbasis suku, ras dan agama. Singkatnya, sekelumit permasalahan bangsa di atas sedikit banyak menjelaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait dengan nasionalisme. Ironisnya ketika kita menyentuh atau membahas hal hal yang berhubungan dengan materi Nasionalisme banyak di kalangan kita merasa tawar mati rasa dan antipati karena ada hal-hal yang jauh lebih penting. Mengapa demikian ? 

Menurunnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan masyarakat sebetulnya bukan perkara baru, melainkan permasalahan klasik yang terus dialami bangsa ini sejak Indonesia merdeka dari penjajahan kolonial hingga saat ini. Hal ini makin memilukan dan memprihatinkan Ketika kesadaran diri sebagai bangsa Indonesia yang pudar menjangkiti generasi muda bangsa, saat kita menitipkan sejuta harapan di pundak mereka. 

Sadar atau tidak 78 tahun bangsa ini telah mempertaruhkan segala daya upaya untuk mempertahankan kedaulatannya. Soekarno mengadopsi gagasan Ernest Renan tentang nasionalisme yang merujuk pada kesepakatan politik untuk mencapai cita-cita masa depan bersama sebagai bangsa yang senasib sepenanggungan dan kesediaan berkorban untuk menjaga semangat kebangsaan. 

Nasionalisme yang kita hayati bukanlah nasionalisme sempit, melainkan lebih mencerminkan humanisme dan internasionalisme yang terlahir dari tiga kondisi yaitu adanya eksploitasi ekonomi, kekecewaan politik akibat dominasi kekuasaan asing, dan hilangnya hak mengembangkan kebudayaan lokal di bawah cengkeraman sistem pendidikan kolonial. Di era kolonial, nasionalisme dibangun atas kesadaran bersama yang dipupuk atas dasar perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan untuk terbebas dari belenggu penjajahan kolonial. 

Nasionalisme mendapat tantangan yang signifikan di era reformasi. Hal ini ditandai dengan mulai terpinggirkannya muatan Pancasila di level pendidikan formal yang sebagian besar terfokus hanya pada perkembangan teknologi dan ekonomi. Belum lagi, maraknya berbagai narasi primordialisme dan sentimen berbasis isu SARA yang berkembang di masyarakat pada saat pilpres dua periode terakhir seolah membuat sekat-sekat kultural menjadi lebih kuat dan tidak terhindarkan. Semoga Pemilu 2024 mampu mengubah paradigma di atas. 

Berangkat dari kenyataan ini, nasionalisme perlu disuarakan kembali untuk menjaga kedaulatan bangsa dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik karena jika tidak, persatuan dan kesatuan akan terancam dan generasi mendatang akan bersikap apatis terhadap negerinya sendiri Mau di bawa kemana bangsa ini dan siapa yang harus bertanggung jawab. 

 

Strategi penguatan nasionalisme 

Jika nasionalisme dalam konteks dulu dibangun untuk membentuk kesadaran kolektif demi memerdekakan diri dari kolonialisme, di era kontemporer ini nasionalisme harus dibangun untuk membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berdaulat. Oleh karena itu, diperlukanstrategi-strategi yang tepat dan efisien dalam upaya menumbuhkembangkan kembali nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia kontemporer, khususnya di kalangan kelompok muda. Misalnya, yang bisa dilakukan adalah dengan menguatkan kembali nasionalisme di level pendidikan formal. Muatan Pancasila wajib diberikan serta diamalkan di semua level pendidikan formal dengan penerapan yang tepat. Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ( P5 ) salah satu strategi efektif berupaya menjadikan peserta didik sebagai penerus bangsa yang unggul dan produktif. serta dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan. 

Sebagai pendidik memiliki peran penting dan strategis di dalam menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk menjadi warga negara yang berkontribusi untuk bangsa dan negara lewat karya dan panggilannya di tengah masyarakat. Pembiasaan kesadaran diri bahwa kita adalah orang Indonesia menjadi hal penting dan keutamaan yang terus ditumbuhkembangkan sebagai pembiasaan Nasionalisme di lingkungan sekolah. 

Hal ini bukan menjadi tanggung jawab guru PPKn dan Sejarah semata melainkan menjadi tugas siapapun dalam menghayati nilai nilai ke-Indonesiaan kita.Seperti hal yang selalu saya budayakan di awal pelajaran dan penutup pelajaran, siswa secara spontan saya ajak untuk memekikkan Siapa Kita ….Indonesia 3x. Ini bukan hal yang aneh apalagi lucu dan konyol apabila kita menyadari bahwa bangsa ini butuh kita perjuangkan dan kita pertahankan. Dan semua harus terlibat lewat karya-karya kita dari hal yang sederhana sampai pada hal hal yang besar. 

Mari saya ajak bersama untuk berbuat sesuatu untuk Sang Nusantara. Indonesia. Jangan bertanya apa yang negara berikan pada saya, tetapi bertanyalah apa yang bisa saya lakukan untuk negara. Semboyan kenegaraan yang dicetuskan oleh John. F.Kennedy mantan presiden Amerika ini mari kita hidupi untuk membangun negeri ini di dunia pendidikan agar kita selalu sadar dan bangga sebagai bangsa Indonesia. 

Siapa Kita ….Indonesia 3x. 

(Penulis: Dra. Maria Rosalia, MH., Guru PPKn SMA Santa Maria Surabaya)